Minggu, 18 Juni 2023

MANAQIB SYEKH SAMMAN AL-MADANI AL-HASANI


MANAQIB SYEKH SAMMAN AL-MADANI AL-HASANI
__________________________________________
(Sang Pendiri Tarekat Sammaniyah Dan Penjaga Makam Rasulullah Saw.)

Nama beliau adalah Ghauts az-Zaman al-Waliy Quthb al-Akwan asy-Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Samman al-Madani keturunan Sayyidina Hasan bin Sayyidina Ali dengan Sayyidah Fatimah az-Zahra binti Sayyidina Rasulullah Saw.

Beliau adalah ulama besar dan wali agung berdarah Ahlul Bait Nabi beraqidah Ahlussunnah wal Jama’ah dengan Imam Asy’ari dalam bidang teologi atau aqidah, dan Imam asy-Syafi’i madzab fiqih furu’ ibadatnya, dan Imam Junaid al-Baghdadi dalam tasawufnya.

Beliau Ra. tinggal di Madinah menempati rumah yang pernah ditinggali Khalifah pertama, yakni Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq Ra. (seorang Shiddiq yang paling agung yang tiada bandingannya, kecuali para Anbiya wal Mursalin).

Guru mursyid beliau diantaranya adalah Sayyidina Syekh Musthafa Bakri, seorang wali agung dari Syiria, keturunan Sayyidina Abu Bakar Shiddiq Ra. dari pihak ayah, sedangkan dari pihak ibu keturunan Sayyidina Husein Sibthi Rasulullah Saw.

Pangkat kewalian beliau adalah seorang Pamungkas para wali, yakni Ghauts Zaman, dan wali Quthb al-Akwan, yakni kewalian yang hanya bisa dicapai oleh para sadah yang dalam tiap periode 200 tahun sekali. 

Dan beliau adalah Khalifah Rasulullah pada zamannya.
Beliau banyak memiliki karomah yang tidak bisa dihitung jumlahnya, bahkan sampai saat inipun karomah itu terus ada. 

Karomah agung beliau adalah pangkat kewaliannya yang begitu agung. Beliau mendapat hak memberi syafaat 70.000 umat manusia masuk syurga tanpa hisab.

Diantara murid-murid beliau dari Indonesia yaitu:
1. Quthb az-Zaman Syekh muhammad Arsyad al-Banjari
2. Quthb al-Maktum Syekh Abul Abbas Ahmad at-Tijani (pendiri tarekat Tijani)
3. Al-Quthb Syekh Abdussamad al-Palimbani
4. Al-Quthb Syekh Abdul Wahab Bugis (menantu Syekh Arsyad al-Banjari)
5. Al-Qutb Syekh Abdurrahman al-Batawi (kakek Mufti betawi dari pihak ibu Habib Utsman Betawi)
6. Al-Quthb Syekh Dawud al-Fathani, dan lain-lain.
Dan diantara keagungan dan kemuliaan beliau yang amat banyak diantaranya adalah; semua murid beliau yang jumlahnya ribuan menempati maqam Quthb. 

Beliau menempati kemuliaan karena beliau berada pada jalan Rasulullah Saw. dan para sahabatnya, yakni Ahlussunnah wal Jama’ah.
Demikian lah kesuksesan Syekh Samman dalam mendidik ruhani murid-muridnya sehingga mereka yang berjumlah ribuan menempati maqam Quthb, apatah lagi Rasulullah Saw. dengan para murid-muridnya yakni para sahabat, tentu maqam kewaliannya sangat agung, karena mereka mendapat keistimewaan menyertai kekasihNya (Muhammad Saw.), dan apa-apa yang menjadi Nubuwat Rasulullah Saw. dalam kitab-kitab terdahulu, maka pasti menceritakan dan memuji para Qudus agung yang menyertai kekasihNya, yakni para sahabat Rasulullah Saw.

Al-Quthb al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi berkata: “Serendah-rendahnya martabat sahabat maka tidak akan bisa dicapai walau oleh 70 Imam Junaid al-Baghdadi”. Padahal Imam Junaid hidup pada zaman salaf dan menempati Sulthon al-Auliya pada zamannya.

Karena para sahabat ini adalah para wali agung, maka para ahli tasawwuf (Aswaja) sangat sopan dengan mereka, tidak menceritakan mereka kecuali kebaikan. Sehingga wajib hukumnya berprasangka baik dengan para Auliya. Lebih-lebih lagi para sahabat yang notabene adalah hasil didikan langsung Rasulullah Saw. yang menempati Shiddiq dalam kewalian.

Syekh Samman Al-Madani Al-Hasani (Pendiri Tarekat Sammaniyah)
Kemunculan Tarekat Sammaniyah bermula dari kegiatan sang tokoh pendirinya, yaitu Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Sammani al-Hasani ai-Madani al-Qadiri al-Quraisyi. 

Ia adalah seorang fakih, ahli hadits, dan sejarawan pada masanya. 

Dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 1132 Hijriyah atau bertepatan dengan tahun 1718 Masehi. Keluarganya berasal dari suku Quraisy.
Semula, ia belajar Tarekat Khalwatiyyah di Damaskus. Lama-kelamaan, ia mulai membuka pengajian yang berisi teknik dzikir, wirid, dan ajaran tasawuf lainnya. 

Ia menyusun cara pendekatan diri dengan Allah Swt. yang akhirnya disebut sebagai Tarekat Sammaniyah. Sehingga, ada yang mengatakan bahwa Tarekat Sammaniyah adalah cabang dari Khalwatiyyah.

Demi memperoleh ilmu pengetahuan, ia rela menghabiskan usianya dengan melakukan berbagai perjalanan. Beberapa negeri yang pernah ia singgahi untuk menimba ilmu diantaranya adalah Iran, Syam, Hijaz, dan Transoxiana (wilayah Asia Tengah saat ini). 

Diantara karya-karya tulis beliau adalah; Mujamu al-Masyayikh, Tazyil at-Tarikh Baghdad, dan Tarikh Marv.

Kemuliaan Syekh Muhammad Samman dikenal sebagai tokoh tarekat yang memiliki banyak karomah. Baik dari kitab Manaqib Syaikh al-Waliy asy-Syahir Muhammad Samman maupun Hikayat Syekh Muhammad Samman, keduanya mengungkapkan sosok Syekh Samman. 

Sebagaimana guru-guru besar tasawuf, Syekh Muhammad Samman terkenal akan kesalehan, kezuhudan, dan kekeramatannya.

Ia memiliki karamah yang sangat luar biasa.
“Ketika kaki diikat sewaktu di penjara, aku melihat Syekh Muhammad Samman berdiri di depanku dan marah. Ketika kupandang wajahnya, tersungkurlah aku dan pingsan. Setelah siuman, kulihat rantai yang melilitku telah terputus," kata Abdullah al-Basri. Padahal, kata seorang muridnya, ketika itu Syekh Samman berada di kediamannya sendiri.

Adapun perihal awal kegiatan Syekh Muhammad Samman dalam tarekat dan hakikat, menurut Kitab Manaqib, diperolehnya sejak bertemu dengan Syekh Abdul Qadir al-Jailani.

Suatu ketika, Syekh Muhammad Samman berkhalwat (menyendiri) di suatu tempat dengan memakai pakaian yang indah-indah. Pada waktu itu datanglah Syekh Abdul Qadir al-Jailani yang membawakan pakaian jubah putih dan berkata: "Ini pakaian yang cocok untukmu." Ia kemudian memerintahkan Syekh Muhammad Samman agar melepas pakaiannya dan mengenakan  jubah putih yang dibawanya itu.

Syekh Muhammad Samman menutup-nutupi ilmunya sampai datanglah perintah dari Rasulullah Saw. untuk menyebarkannya kepada penduduk Kota Madinah.

Wasiat Syekh Samman Al-Madani Al-Hasani (Penjaga Makam Rasulullah Saw.)
Diantara wasiat yang diberikan Syekh Samman al-Madani adalah, berkata al-Imam al-Quthb al-Ghauts az-Zaman al-Waliy al-Quthb al-Akwan asy-Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Samman al-Madani:

"Tidaklah aku diangkat Allah Swt. menjadi al-Waly al-Quthb al-Ghauts dan Quthb al-Akwan melainkan aku selalu rutin membaca doa; Allahummaghfir li-ummati sayyidina  Muhammad. Allahummarham li-ummati sayyidinina Muhammad. Allahummastur li-ummati sayyidina Muhammad. Allahummajbur  li-ummati sayyidina Muhammad Saw. 4X 
berturut-turut setelah selesai sholat Shubuh sebelum berkata-kata urusan dunia.

Dan dia istiqamah membacanya maka ia menempati martabat fadhilah Quthub.”
Maksud beliau memberikan amalan ini ialah agar kita selalu bersatu sesama ummat islam dan sebagai ummatnya Rasulullah Saw. 

Janganlah ada iri dengki dan buruk sangka terhadap sesama sekalipun seseorang itu kelihatannya hina. Jadi membaca doa ini setelah sholat Shubuh dengan niatan mudah-mudahan semua ummat Rasulullah Saw. diampuni Allah Swt. Atas segala dosa, dimudahkan Allah Swt. 

Untuk mengamalkannya dan dengan harapan semoga hati kita dibersihkan dari segala penyakit hati seperti riya, ujub, takabbur, sombong, iri, dengki, hasud, berperasangka buruk dan sifat-sifat buruk lainnya.

“Barangsiapa mengambil thariqah kepadaku dan mengamalkannya niscaya pasti ia akan mendapatkan rasa majdzub di dalam dunia (diambil oleh Allah Swt. aqalnya yang Basyariyyah diganti dengan aqal yang bersifat Rabbaniyah) yakni diambil oleh Allah akan rasa punya wujud dan sifat dan af’al diganti dengan rasa ‘adam mahdhah adam semata” yakni tiada punya wujud, sifat dan af’al melainkan hanya Allah Swt. yang punya wujud hakiki, minimal di saat sakaratul maut.”

“Perkataan aku ini seperti perkataan Sayyidi Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Barangsiapa yang menyerukan aku “Ya Samman” 3 kali ketika mendapat kesusahan, niscaya aku akan datang menolongnya.”

Syekh Samman al-Madani meninggal dunia pada hari Rabu 2 Dzulhijjah tahun 1189 H, dan dimakamkan di pemakaman Baqi’ bersandingan dengan maqam  para Istri Rasulullah. Para ualam mengatakan bahwa barangsiapa yang melazimkan membaca Manaqib Sayyidi Syekh Samman (Ratib Samman) berjamaah dengan orang banyak dan membaca al-Qur’an serta bertahlil kemudian bersedekah semampunya dan pahalanya dihadiahkan kepada Sayyidi Syekh Samman, niscaya ia akan dimudahkan rizkinya oleh Allah Swt.

Semoga dengan membaca manaqib syekh Samman Al Madani kita semua mendapat curahan rahmat, berkah, dan syafaat dari beliau. 
آمِّيْنَ آمِّيْنَ آمِّيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْن 
ﺍَﻟﻠﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻋَﻠَﻰ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺁﻝِ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﷺ

TUAN GURU KH. ZAKARIA Bin KH.RAMLI GADUNG RANTAU (1946-2006)

TUAN GURU KH. ZAKARIA Bin KH.RAMLI GADUNG RANTAU

(1946-2006)

Tuan guru KH. Zakaria bin Hj Hafifah binti KH.Muhammad bin Syekh Salman Al Farisi ( Datu Gadung ) bin Qodhi H.Mahmud bin Asiah binti Maulana Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari Datu Kelampayan dilahirkan di desa Gadung pada tanggal 3 Pebruari 1946 dari pasangan tuan guru KH. Ramli dengan Hj. Hafifah anak dari tuan guru H. Muhammad yang kawin dengan Hj. Aisyah. Tuan guru Kh. Muhammad anak dari Tuan guru Syeikh Salman al-Farisi yang merupakan keturunan dari Datu Kalampayan Syeikh M Arsyad al-Banjari. Tuan guru KH. Zakaria cukup beruntung karena beliau dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat dalam menjalankan ibadah agama. Keluarga dengan tekun membimbing beliau agar kelak menjadi anak yang shaleh dan dapat berguna bagi masyarakat dan agama. Dorongan dan bimbingan dari keluarga merupakan salah satu faktor keberhasilan beliau dalam menuntut ilmu pengetahuan agama

Riwayat Pendidikan (mengaji )
Sekolah Rakyat (SR)

Tuan guru KH. Zakaria pada masa anak-anak di sekolahkan oleh orang tua beliau di sekolah rakyat (SR) 6 tahun di Rantau. Setelah beberapa tahun beliau menjalani pendidikan di Sekolah Rakyat, beliau dapat menamatkan pada tahun 1962. Selain sekolah di sekolah umum, beliau banyak dibimbing oleh kakek beliau Tuan guru KH. Muhammad. Tuan guru KH. Muhammad sangat sayang kepada Tuan guru KH. Zakaria karena beliau merupakan cucu laki-laki pertama

Mengaji di Pesantren Darussalam, Martapura
Menamatkan sekolah SR di rantau pada tahun 1962 dan juga mendapat bimbingan ilmu pengetahuan agama dari kakek beliau Tuan guru KH. Muhammad kemudian Tuan guru KH. Zakaria dikirim ke Martapura untuk menuntut ilmu pengetahuan agama di Pesantren Darussalam. Di Pesantren Darussalam beliau mulai belajar pada tingkat ibtidaiyah sampai beliau menamatkan Madrasah Aliyah pada tahun 1971. Selain belajar secara formal di Pesantren Darussalam beliau juga mengaji kepada tuan guru-tuan guru yang ada di Martapura. Puluhan tahun telah beliau habiskan waktu di Martapura. Untuk menuntut ilmu pengetahuan agama yang kemudian diikuti oleh anak-anak beliau menuntut ilmu pengetahuan agama di pesantren Darussalam Martapura ini.
Tuan guru kH. Zakaria juga rajin membawa anak-anak laki-laki beliau kepada tuan guru-tuan guru di Martapura untuk didoakan dan mengambil berkah agar nantinya menjadi anak yang shaleh. Pada tahun 1981 beliau mengikuti persamaan sekolah di Madrasah Aliyah Agama Islam Negeri (MAAIN) di Martapura. Setelah puluhan tahun mengaji ilmu pengetahuan agama di Martapura akhirnya kembali ke kampung halaman di desa Gadung untuk mengembangkan ilmu pengetahuan agama yang sudah diperoleh

Mengembangkan syiar Islam

Tuan guru H. Zakaria setelah cukup lama menuntut ilmu pengetahuan agama di Pesantren Darussalam, Martapura serta mengaji secara khusus dengan mendatangi untuk memperdalam ilmu pengetahuan agama beliau kembali ke kampung halaman di Gadung. Di gadung beliau membuka pengajian di rumah meneruskan pengajian yang dilakukan oleh orang tua maupun kakek beliau Tuan guru KH. Muhammad. Berbagai ilmu pengetahuan agama yang disampaikan dalam pengajian tersebut di antaranya mengenai tauhid, fiqih dan tasawuf. Berbagai wilayah/desa yang datang mengikuti pengajian yang beliau pimpin seperti gadung, waringin, kupang,bakarangan, parigi, paul dan daerah lainnya.
Beliau juga memenuhi hajat masyarakat yang menghajatkan kepada beliau untuk memberikan pengajian-pengajian antara lain di bakarangan, parigi, karatau, kupang,tambarangan dan beberapa daerah lainnya. Setiap kali memenuhi hajat masyarakat dalam memberikan pengajian Tuan guru H. Zakaria menggunakan vespa sebagai sarana untuk memenuhi hajat masyarakat yang meminta beliau. Begitu sayangnya terhadap kendaraan vespa tersebut merupakan padaringan (sumber rejeki) bagi beliau. Vespa itulah yang beliau gunakan kemana-mana untuk memberikan hajat masyarakat yang meminta beliau memberikan ceramah agama sebagai siraman rohani. Beliau mengatakan begitu besar jasa kendaraan vespa itu dalam mengembangkan syiar islam kepada masyarakat.
Setelah sekian lama beliau memberikan pengajian kepada masyarakat, Tuan guru H. Zakaria kemudian pengajian dilakukan di rumah beliau saja di Gadung. Pangajian yang diadakan di rumah disampaikan untuk laki-laki dan kaum perempuan, bagi laki-laki diadakan setiap malam selasa dan rabu sedangkan untuk perempuan dilakukan setiap pagi jumat dan sore jumat untuk laki-laki. Tuan guru KH. Zakaria juga memberikan pengajian secara khusus dan mendalam kapada orang yang menginginkannya yang jumlahnya tidak banyak. Mereka yang mengaji secara khusus kebanyakan yang datang berasal dari luar daerah dan waktunya berbeda dengan pengajian masyarakat secara umum.
Di martapura pun beliau juga membuka pengajian kepada masyarakat yang dilakukan setelah pengajian yang dipimpin oleh Tuan guru KH. Muhammad Zaini bin Abdul Ghani atau yang lazim disebut dengan Guru Sekumpul. Sepulang dari pengajian guru Sekumpul di Mushalla ar-Raudah, sekumpul martapura kemudian Tuan guru KH. Zakaria memberikan pengajian di rumah beliau di martapura. Pengajian yang disampaikan di rumah beliau di martapura mengenai Nur dan muridnya tidak terlalu banyak. Murid-muridnya berasal dari alumni Pesantren Darussalam serta mereka yang masih mengaji di Pesantren Darussalam , Martapura.
Tuan guru KH. Syarwani Abdan yang lazim disebut guru Bangil berkirim surat kepada Tuan guru KH. Zakaria yang isinya meminta beliau ke Bangil. Berhubungan biaya tidak ada maka permintaan itu tidak dapat dipenuhi oleh Tuan guru KH. Zakaria. Ternyata tuan guru H. Syarwani Abdan meminta untuk melakukan suluk (khalwat )berhubung tidak dapat datang ke bangil maka khalwat dilakukan di rumah. Khalwat ini beliau lakukan di tempat tidur sebelum bulan puasa (ramadhan) dan beliau tidak berbicara dengan siapapun dan seperti orang sakit, hal ini dilakukan agar beliau tidak terganggu. Khalwat ini dilakukan selama ± 40 hari dan masyarakat mengira beliau sakit sehingga masyarakat banyak yang mengkhawatirkan beliau. Ternyata pada malam hari raya terakhir khalwat maka pada shalat Hari Raya Idul Fitri beliau dapat mengimami.
Hampir seluruh hidup beliau digunakan untuk melakukan syiar islam (dakwah) kepada masyarakat dan bahkan sebelum meninggal beliau juga telah selesai memberikan pengajian kepada mayarakatyang menghajatkan kepada beliau. Setelah beliau meninggal dunia, pengajian kemudian di lanjutkan oleh anak-anak beliau yaitu Tuan Guru H. Yahya di Gadung dan H. Mahfuz di Martapura

Berpulang ke Rahmatullah
Tuan guru H. Zakaria adalah suatu sosok yang sangat pemurah dan tidak pemarah, beliau tidak pernah memarahi anak. Kemudian beliau selalu menerima tam uyang datang kapan saja ke tempat beliau di Gadung. Tamu yang datang kadang pagi, siang atau malam selalu beliau layani untuk meminta hajat dan keperluan lainnya. Ada saja yang datang subuh hari atau pada tengah malam selalu beliau layani dengan ramah sebab kata beliau orang yang datang tentu mempunyai keperluan atau masalah. Selama kita dapat membantu orang lain maka perlu dibantu sesuai kemampuan yang dimiliki dan kasihan mereka datang jauh-jauh.
Beberapa hari sebelum meninggal dunia, H. Yahya anak beliau mengajak untuk sembahyang malam nisfu sya’ban di sekumpul, Martapura. Tetapi dijawab oleh Tuan guru H. Zakaria bahwa beliau tetap berada di Gadung saja untuk mengimami sembahyang di mesjid di samping rumah beliau pada malam nisfu sya’ban. Kata beliau bahwa beliau sering saja bertemu dengan guru beliau yaitu Tuan guru KH. Muhammad Zaini bin Abdul Ghani (guru Sekumpul) dalam mimpi padahal guru Sekumpul sudah meninggal dunia.
Memang menurut H. Yahya anak beliau Guru Sekumpul meninggal dunia ayahnya sempat berucap bahwa beliau tidak akan lagi akan menyusul Guru Sekumpul. Ucapan yang disampaikan ayahanda tidak ditanggapi secara serius, namun 40 hari setelah Guru Sekumpul meninggal dunia beliaupun menyusul kealam baqa sesuai ucapan beliau kepada H. Yahya. Pada suatu hari ketika makan pagi Tuan guru KH. Zakaria pernah berbicara kepada H. Yahya bahwa beliau tadi malam bermimpi kembali bertemu dengan guru Sekumpul. Dalam mimpi tersebut Guru Sekumpul hidup nyaman seperti dalam istana dan banyak berkumpul para guru-guru Darussalam, Datu Syeikh Salman al-Farisi, kakek beliau Tuan guru KH. Muhammad dan Muhammad Nur (Julak Hanur). Dalam mimpi tersebut Guru Sekumpul berucap kepada Tuan guru KH. Zakaria ”Pabila lagi nyawa(kamu)Zak, di sini rami banar sudah takumpulan guru-guru nyawa (kamu)”. Dijawab oleh Tuan guru H. Zakaria dalam mimpi tersebut “ Kalau guru yang membawai (mangajak) ulun hakun (mau)haja”.
H. Yahya bertanya kepada ayahandanya mengapa ayah menyetujui ajakan yang disampaikan oleh Guru Sekumpul, lalu dijawab oleh beliau karena yang mengajak adalah paguruan maka beliau setujui ajakan tersebut. Berselang tiga setelah beliau bercerita kepada H. Yahya ternyata beliau benar-benar menyusul Guru Sekumpul dan beliau meninggal malam kamis 18 sya’ban 1427 H (tahun 2006M). sebelum meninggal dunia, beliau malam kamis itu sempat menyampaikan manakib Wali Allah di rumah warga di Tambarangan. Rencananya pembacaan manakib itu dilakukan pada malam jum’at tapi kemudian beliau ralat karena pada malam jum’at kata beliau ada acara. Ternyata benar setelah pulang dari membacakan manakib Wali Allah di Tambarangan, beliau pulang ke rumah dan tidak berapa lama beliau sesak nafas.
Sebelum beliau meninggal dunia ada yang ganjil yaitu menantu beliau Habib Abdurrahman pada sekitar jam 23.00 WITA membuka semua pintu rumah. Kemudian Habib Abdurrahman berjalan menuju kubah Tuan Guru KH. Muhammad dan Tuan Guru KH. Ramli (orang tua Tuan guru KH. Zakaria) tidak berapa lama di kubah, Habib Abdurrahman kembali ke rumah. Kejadian ini ditanyakan istri beliau lalu dijawab oleh Tuan guru KH. Zakaria berpesan bahwa apapun yang dilakukan oleh Habib Abdurrahman jangan sekali ditegur atau dii’tiradh walaupun yang dilakukan menyalahi kebiasaan.
Setelah berucap demikian Tuan guru KH. Zakaria kebelakang untuk mengambil air wudhu kemudian kembali ke tempat tidur dengan ditunggui oleh istri dan anak beliau. Tidak berapa beliau mengucapkan tauhid sebanyak tiga kali dan mengucapkan Allah tiga kali setelah itu beliau menghembuskan nafas terakhir. Beliau meninggal dengan usia ± 60 tahun dan di kuburkan di Gadung berdekatan dengan kubur orang tua beliau Tuan Guru H. Ramli. Tuan guru H. Zakaria meninggalkan seorang istri dan empat orang anak, yaitu : Guru H. Yahya, Guru H. Mahfuz, dan dua anak perempuan

Keramat Beliau
Membuat Pesuratan dan Rajah untuk Keselamatan
Ilmu-ilmu pesuratan dan rajah banyak diperoleh dari Datu beliau Syeikh Salman al-Farisi turun kepada Tuan guru KH. Muhammad sampai kepada Tuan guru H. Zakaria. Peralatan yang dilakukan untuk melakukan rajah terdiri dari paku, kayu enau, wadah kuningan serta minyak yang tidak pernah kering. Masyarakat yang datang untuk menjaga keselamatan kalau dirajah menggunakan alat-alat tersebut. Alat-alat tersebut sudah berumur ratusan tahun sebab digunakan mulai Syeikh Salman al-Farisi sampai diturunkan kepada Tuan guru H. Zakaria dan barangnya sampai masih digunakan. Begitu dibuatkan wafak atau pesuratan lain yang bertujuan untuk menjaga keselamatan dan terhindar dari niat jahat orang lain.
Ilmu Kuat (Gancang)
Pernah terjadi pohon kapuk yang lapuk yang cukup besar dekat rumah beliau tumbang akibat angin rebut, batang kapuk tersebut mengganggu jalan. Setelah dilihat beliau tidak ada orang maka beliau turun untuk memindahkan batang pohon kapuk tersebut ke pinggir jalan. Pohon kapuk yang cukup besar tersebut beliau angkat sendirian ke pinggir jalan dan tidak lagi menghalangi orang lewat. Begitu juga kendaraan vespa beliau jatuh ke sungai yang ada di depan rumah dapat diangkat beliau sendirian ke atas tanpa dibantu orang lain.
Sandal Hilang Datang Kembali
Ketika beliau menunaikan rukun islam kelima naik haji, pada waktu melaksanakan salah satu rukun haji sandal beliau tidak ada sebelah. Berhubung tidak ada sebelah maka sandal yang satunya itu dibawa ke tempat penginapan. Anak beliau yang sama-sama menunaikan naik haji ingin membelikan sandal karena kasihan melihat ayah tidak memakai sandal kata beliau nanti saja. Berada di penginapan tidak begitu lama ada orang mengantarkan sandal dan orang tersebut tidak ada yang kenal setelah ditanyakan kepada orang-orang yang berada di sekitar beliau.
Ilmu Tahan di Rebus Minyak
Ilmu yang diturunkan oleh Syeikh Salman Al-Farisi secara turun temurun dan sampai kepada Tuan guru H. Zakaria adalah ilmu tahan direbus pada minyak panas. Minyak goreng dimasukkan dalam kuali besar (kawah) dengan jumlah yang banyak, setelah minyak itu mendidih maka kita masuk dalam kuali besar. Dengan doa-doa dan bacaan maka orang yang masuk dalam kuali besar tidak merasa kepanasan atau kulit melepuh.
Tidak Membedakan Tamu yang Datang
Tuan guru H. Zakaria tidak pernah membeda-bedakan orang yang ingin bertamu kapada beliau sekalipun orang tersebut nakal dan banyak melakukan maksiat. Hal ini pernah ditanyakan oleh anggota keluarga beliau kenapa menerima orang yang banyak melakukan maksiat. Dijawab oleh beliau pekerjaan yang dilakukan manusia itu masing-masing sedangkan kita mengerjakan yang diperintahkan agama dan meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh agama. Terpenting dalam hidup ini kata beliau adalah kita jangan sampai lupa kepada Tuhan (Allah) yang menciptakan segala-segalanya
Alhamdulillah admin dulu (Yuliansyah Riffai ) sempat menimba ilmu kepada beliau waktu masih sekolah di Rantau
subhanallah mudah mudahan beliau dikumpulkan dengan datuknya dan para guru guru beliau dan mudah mudahan kita semua bisa berkumpul dengan beliau nantinya bersama guru guru kita,orang tua kita,kerabat kita dan seluruh umat muslimin dan muslimat berkat kecintaan kita dengan para mereka ..aamiin Ya Robbal alamin...

Senin, 12 Juni 2023

MANAQIB AL IMAM AL QUTB AL HABIB ABDULLAH BIN ALWI ALHADDAD

      
 
MANAQIB AL IMAM AL QUTB AL HABIB ABDULLAH BIN ALWI ALHADDAD

Beliau adalah Syeikh Al-Islam, maha guru, 
mursyid dan pemimpin utama dalam jejak 
dakwah dan pendidikan, dari keturunan 
Sayyid Ba’Alawi yang nasabnya bersambung kepada Baginda Nabi Muhammad 
Saw yang mulia, Abdullah bin Alwi AlHaddad Al-Alawi Al-Husaini Al-Hadrami 
As-Syafi'i, Imam Ahli zamannya, yang
berdakwah kepada jalan Allah, berjuang 
untuk mengembangkan agama yang suci 
dengan lisan dan penanya yang menjadi 
tumpuan dan rujukan banyak orang dalam 
ilmu pengetahuan.

* Nasab Imam Haddad RA
Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad 
bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad 
bin Alwi bin Ahmad bin Abu Bakar bin 
Ahmad bin Abu Bakar bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin Al Faqih 
Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi 'Ammil 
Faqih bin Sayyidina Al-Imam Muhammad 
Shohib Marbat bin Sayyidina Al-Imam 
Kholi Qosam bin Sayyidina Alwi bin 
Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib 
As-Shouma’ah bin Sayyidina Al-Imam 
Alwi Shohib Saml bin Sayyidina Al-Imam 
Ubaidillah Shohibul Aradh bin Sayyidina 
Al-Imam Muhajir Ahmad bin Sayyidina Al￾Imam Isa Ar-Rumi bin Sayyidina Al- Imam 
Muhammad An-Naqib bin Sayyidina Al￾Imam Ali Al-Uraydhi bin Sayyidina Al￾Imam Ja’far As-Shodiq bin Sayyidina Al￾Imam Muhammad Al-Baqir bin Sayyidina 
Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Sayyidina 
Al-Imam As-Syahid Syababul Jannah 
Sayyidina Al-Husein bin Sayyidinal Imam 
Ali Wa Sayyidatuna Fathimah AzZahra 
Bintu Sayyidina Muhammad Saw. 
Sebagaimana yang disampaikan banyak 
ulama salah satunya As Syeikh Yusuf bin Ismail AnNabhani, seorang ulama besar 
negeri Syam asal Palestina yang bermukim 
di Libanon dalam pengantar kitabnya 
“Riyadhul Jannah fi adzkaril kitab was 
sunnah”. Beliau Syeikh Yusuf An Nabhani 
menuturkan “Sesungguhnya para panutan 
dan guru-guru kami yaitu para sayyid 
Ba’Alawi yg mana ummat 
Nabi 
Muhammad telah sepakat dengan suara 
bulat sepanjang masa di seluruh negri 
menyetujui bahwa mereka para saadah / 
sayyid Ba’Alawi merupakan keturunan 
Rasulullah Saw yg paling murni dalam 
menjaga nasabnya, mereka keturunan Ahlul 
Bait Nabi Muhammad Saw berdasarkan 
jalur nasab yg benar, mereka golongan yang 
memiliki pengetahuan yg tinggi, berkarya 
dan memiliki akhlak budi pekerti yg luhur.”
Beliau dilahirkan pada malam Senin 5 
Shafar 1044 H / 1624 M di Subair, 
di pinggiran kota Tarim, Hadramaut,Yaman 

* Kedua Orang Tua Imam Al-Haddad RA
Sayyid Alwy bin Muhammad Al-Haddad, 
Ayah Syaikh Abdullah Al-Haddad dikenal 
sebagai seorang yang saleh. Lahir dan 
tumbuh di kota Tarim, Sayyid Alwy, sejak 
kecil berada di bawah asuhan ibunya 
Syarifah Salwa, yang dikenal sebagai 
wanita ahli ma’rifah dan wilayah. 
Ayah beliau, al-Habib
Alwy bin Muhammad al-Haddad berkata: “Sebelum 
aku menikah, aku berkunjung ke rumah al-
’Arif Billah al-Habib Ahmad bin 
Muhammad al-Habsyi di Kota Syi’ib untuk 
meminta do’a. Lalu al-Habib Ahmad 
menjawabku: “Awlaaduka Awlaadunaa 
Fiihim Albarakah”
Artinya: “Putera-puteramu termasuk juga 
putera-putera kami, pada mereka terdapat 
berkah.”

Kemudian ia menikah dengan cucu Syaikh 
Ahmad Al-Habsy, Salma binti Idrus bin 
Ahmad bin Muhammad Al-Habsy. Al￾Habib Idrus adalah saudara dari Al-Habib 
Husein bin Ahmad bin Muhammad Al￾Habsy. Yang mana Al-Habib Husein ini 
adalah kakek dari Al-Arifbillah Al-Habib 
Ali bin Muhammad bin Husein bin Ahmad 
bin Muhammad Al-Habsy (Mu’alif Simtud 
Durror). Maka lahirlah dari pernikahan itu 
Al-Habib Abdullah bin Alwy Al-Haddad. 
Ketika Habib Abdullah Al-Haddad lahir 
ayahnya berujar, “Aku sebelumnya tidak 
mengerti makna tersirat yang ducapkan 
Syaikh Ahmad Al-Habsy terdahulu, setelah 
lahirnya Abdullah, aku baru mengerti, aku 
melihat pada dirinya tanda-tanda sinar Al￾Wilayah ( Kewalian ).

* Masa kecil Imam Haddad RA
Semenjak kecil, al-Habib Abdullah al￾Haddad telah termotivasi untuk menimba 
ilmu dan gemar beribadah. Tentang masa 
kecilnya, al-Habib Abdullah berkata: “Jika 
aku kembali dari tempat belajarku pada 
waktu Dhuha, maka aku mendatangi 
sejumlah masjid untuk melakukan shalat 
sunnah seratus rakaat setiap harinya.”
Kemudian untuk mengetahui betapa besar 
kemauan beliau untuk beribadah di masa 
kecilnya, al-Habib Abdullah 
menuturkannya sebagai berikut: “Di masa 
kecilku, aku sangat gemar dan bersungguh￾sungguh dalam ibadah dan mujahadah, 
sampai nenekku seorang wanita shalihah 
yang bernama asy-Syarifah Salma binti al￾Habib Umar bin Ahmad al-Manfar 
Ba’alawi berkata: ‘Wahai anak kasihanilah 
dirimu.’ Ia mengucapkan kalimat itu 
karena merasa kasihan kepadaku ketika 
melihat kesungguhanku dalam ibadah dan 
bermujahadah.”
Seorang sahabat dekat al-Habib Abdullah 
al-Haddad berkata: “Ketika aku berkunjung 
kerumah al-Habib Abdullah bin Ahmad 
Bilfagih, maka ia bercerita kepada kami: 
‘Sesungguhnya kami dan al-Habib 
Abdullah al-Haddad tumbuh bersama, 
namun Allah SWT memberinya kelebihan 
lebih dari kami. Yang sedemikian itu, kami 
lihat hidup al-Habib Abdullah sejak masa 
kecilnya telah mempunyai kelebihan 
tersendiri, yaitu ketika ia membaca Surat 
Yasiin, maka ia sangat terpengaruh dan 
menangis sejadi-jadinya, sehingga ia tidak 
dapat menyelesaikan bacaan surat yang 
mulia itu, maka dari kejadian itu dapat kami 
maklumi bahwa al-Habib Abdullah telah 
diberi kelebihan tersendiri sejak di masa 
kecilnya Al-Habib Abdullah sering berziarah kubur 
pada Hari Jum’at sore setelah melakukan 
shalat Ashar di masjid al-Hujairah. Selain 
itu, al-Habib Abdullah al-Haddad sering 
berziarah kubur pada Hari Selasa sore. 
Setelah usianya semakin lanjut dan 
kekuatannya semakin menurun, maka al￾Habib Abdullah tidak berziarah pada Hari 
Jum’at dan Selasa seperti biasanya, 
adakalanya beliau berziarah pada Hari 
Sabtu dan hari-hari lainnya sebelum 
matahari naik.

Di antara wirid al-Habib Abdullah bin 
Alawi al-Haddad setiap harinya adalah 
kalimat “LAA ILAAHA ILLALLAH” 
sebanyak 1000 kali. Tetapi di Bulan 
Ramadhan dibaca sebanyak 2000 kali setiap 
harinya. Beliau menyempurnakannya 
sebanyak 70.000 kali pada waktu enam hari 
di Bulan Syawal. Selain itu, beliau 
mengucapkan “LAA ILAAHA ILLALLAH 
AL-MALIKUL HAQQUL MUBIIN” 100 
kali setelah Shalat Dzuhur.
Al-Habib Abdullah berkata: “Kami biasa 
melakukan shalat al-Awwabin sebanyak 
dua puluh rakaat.”
Al-Habib Abdullah sering berpuasa sunnah, 
khususnya pada hari-hari yang dianjurkan, 
seperti Hari Senin dan Hari Kamis, hari￾hari putih (Ayyamul baidh), Hari Asyura, 
Hari Arafah, enam hari di Bulan Syawal 
dan lain sebagainya sampai di masa 
senjanya. Beliau selalu menyembunyikan 
berbagai macam ibadah dan mujahadahnya, 
beliau tidak ingin memperlihatkannya 
kepada orang lain, kecuali untuk 
memberikan contoh kepada mereka.
Selain di kenal sebagai ahli ibadah dan 
mujahadah, al-Habib Abdullah juga dikenal 
seorang yang istiqomah dalam ibadah dan 
mujahadahnya seperti yang dilakukan 
Rasulullah SAW dan para sahabatnya

Al-Habib Ahmad an-Naqli berkata: “al￾Habib Abdullah adalah seorang yang sangat 
istiqamah dalam mengikuti semua jejak 
kakeknya, Rasulullah SAW.”
Dalam masalah ini, al-Habib Abdullah bin 
Alawi al-Haddad berkata: “Kami telah 
mengamalkan semua jejak Nabi 
Muhammad SAW dan kami tidak 
meninggalkan sedikitpun daripadanya, 
kecuali hanya memanjangkan rambut 
sampai di bawah ujung telinga, karena Nabi 
SAW memanjangkan rambutnya sampai di 
bawah ujung kedua telinganya.”

* Tentang kesabaran Imam Haddad RA
Sejak masa kecil beliau sudah mengalami 
berbagai cobaan, diantaranya adalah ketika 
ia menderita penyakit cacar sampai kedua 
matanya tidak dapat melihat. Meskipun 
begitu, ia rajin mencari ilmu dan beribadah 
di masa kecilnya, hingga melakukan shalat

sunnah seratus rakaat setiap paginya hingga 
Waktu Dzuhur tiba. Disebutkan bahwa ia 
selalu menyembunyikan berbagai cobaan 
yang dideritanya, sampai di akhir usianya.
Dalam masalah ini beliau berkata kepada 
seorang kawan dekatnya:
“Sesungguhnya penyakit demam di tubuhku 
sudah ada sejak lima belas tahun yang lalu 
dan hingga kini masih belum meninggalkan 
aku, meskipun demikian tidak seorangpun 
yang mengetahui penyakitku ini, sampai 
pun keluargaku sendiri.”
Beliau berhasil menghafal Al-Qur’an dan 
menguasai berbagai ilmu agama seperti 
buku-buku karangan Imam Al-Ghozali 
ketika masih kanak-kanak.
Rupanya Allah berkenan menggantikan 
penglihatan lahirnya dengan penglihatan 
batin, sehingga kemampuan menghafal dan 
daya pemahamannya sangat mengagumkan.
Habib Abdullah Al Haddad sejak kecil 
gemar beribadah dan riyâdhoh.
Di kota Tarim, Abdullah tumbuh dewasa. 
Bekas-bekas cacar tidak tampak lagi di 
wajahnya. Beliau berperawakan tinggi, 
berdada bidang, berkulit putih, dan 
berwibawa. Tutur bahasanya menarik, sarat 
dengan mutiara ilmu dan nasihat berharga. 
Beliau sangat gemar menuntut ilmu. 
Kegemarannya ini membuatnya sering 
melakukan perjalanan untuk menemui 
kaum ulama.
Habib Abdullah Al-Haddad ra berkata, 
“Apa kalian kira aku mencapai ini dengan 
santai? Tidak tahukah kalian bahwa aku 
berkeliling ke seluruh kota-kota (di 
Hadramaut) untuk menjumpai kaum 
sholihin, menuntut ilmu dan mengambil 
berkah dari mereka?” Beliau juga sangat 
giat dalam mengajarkan ilmu dan mendidik 
murid-muridnya. Banyak penuntut ilmu 
datang untuk belajar kepadanya Suatu hari beliau berkata, “Dahulu aku 
menuntut ilmu dari semua orang, kini 
semua orang menuntut ilmu dariku.” 
“Andaikan penghuni zaman ini mau belajar 
dariku, tentu akan kutulis banyak buku
mengenai makna ayat-ayat Qu’ran. Namun, 
di hatiku ada beberapa ilmu yang tak 
kutemukan orang yang mau menimbanya.”
Habib Abdullah mengamati bahwa 
kemajuan zaman justru membuat orang￾orang saleh menyembunyikan diri; 
membuat mereka lebih senang 
menyibukkan diri dengan Allah. “Zaman 
dahulu keadaannya terbalik. “Dagangan” 
kaum sholihin dibutuhkan masyarakat, oleh 
karena itu mereka menampakkan diri. 
Zaman ini telah rusak, masyarakat tidak 
membutuhkan “dagangan” mereka, karena 
itu mereka pun enggan menampakkan diri,” 
papar beliau. 

* Guru-Guru Imam Haddad RA
1. Al-Quthb Anfas Al-Habib Umar bin 
Abdurrohman Al-Aththos bin Aqil bin 
Salim bin Abdullah bin Abdurrohman bin 
Abdullah bin Abdurrohman Asseqaff,
2. Al-Allamah Al-Habib Aqil bin 
Abdurrohman bin Muhammad bin Ali bin 
Aqil bin Syaikh Ahmad bin Abu Bakar bin 
Syaikh bin Abdurrohman Asseqaff,
3. Al-Allamah Al-Habib Abdurrohman bin 
Syekh Maula Aidid Ba’Alawy,
4. Al-Allamah Al-Habib Sahl bin Ahmad 
Bahasan Al-Hudaily Ba’Alawy
5. Al-Mukarromah Al-Habib Muhammad 
bin Alwy bin Abu Bakar bin Ahmad bin 
Abu Bakar bin Abdurrohman Asseqaff
6. Syaikh Al-Habib Abu Bakar bin Imam 
Abdurrohman bin Ali bin Abu Bakar bin 
Syaikh Abdurrahman Asseqaff
7. Sayyid Syaikhon bin Imam Husein bin 
Syaikh Abu Bakar bin Salim
8. Al-Habib Syihabuddin Ahmad bin 
Syaikh Nashir bin Ahmad bin Syaikh Abu 
Bakar bin Salim
9. Sayyidi Syaikh Al-Habib Jamaluddin 
Muhammad bin Abdurrohman bin 
Muhammad bin Syaikh Al-Arif Billah 
Ahmad bin Quthbil Aqthob Husein bin 
Syaikh Al-Quthb Al-Robbani Abu Bakar 
bin Abdullah Al-Idrus
10. Syaikh Al-Faqih Al-Sufi Abdullah bin 
Ahmad Ba Alawy Al-Asqo
11. Sayyidi Syaikh Al-Imam Ahmad bin 
Muhammad Al-Qusyasyi

* Murid-Murid Imam Haddad RA
1. Habib Hasan bin Abdullah Al Haddad ( 
putra beliau )
2. Habib Ahmad bin Zein Al Habsyi
3. Habib Abdurrahman bin Abdullah 
BilFaqih
4. Habib Muhammad bin Zein bin Smith
5. Habib Umar bin Zein bin Smith
6. Habib Umar bin Abdullah Al Bar
7. Habib Ali bin Abdullah bin Abdurrahnan 
As Segaf
8. Habib Muhammad bin Umar bin Toha 
Ash As-Shafi As Seqaf
9. dll.
* Ibadah Imam Haddad RA
Pada masa Bidayahnya ( permulaannya ); 
setiap malam beliau mengunjungi seluruh 
masjid di kota Tarim untuk beribadah. 
Telah lebih 30 tahun lamanya beliau 
beribadah sepanjang malam. Ketika beliau berada di Bidayahnya, Al-Faqih Abdullah 
bin Abu Bakar Al-Khotib, salah seorang 
guru Fiqih beliau, berkata :
”Aku bersaksi bahwa Sayyidi Abdullah Al 
Haddad berada di Maqom Sayyid ath￾Thoifah Junaid.”
Salah seorang yang tinggal berdampingan 
dengan Masjid tempat beliau ra biasa shalat 
mengatakan, “Setiap malam, ketika 
penduduk kota ini telah lelap dalam 
tidurnya, aku selalu mendapati beliau 
berjalan ke Masjid.”

* Masjid Imam Haddad RA
Sahabat beliau menceritakan, “Suatu hari 
aku berziarah bersama beliau ke makam 
Nabiyullôh Hud as. Malam itu seekor 
kalajengking menyengatku sehingga aku 
terjaga semalaman. Aku amati malam itu beliau tidak tidur, asyik beribadah 
sepanjang malam. Waktu kutanyakan hal 
itu, beliau menjawab bahwa telah tiga puluh 
tahun lamanya beliau berbuat demikian. 
Meskipun Habib Abdullah amat gemar 
beribadah, beliau tidak suka menceritakan 
atau memperlihatkan amalnya, kecuali bila 
keadaan sangat memaksa dan ia ingin agar 
amal salehnya itu diteladani.
Beliau berkata, “Aku sengaja tidak 
memperlihatkan amal ibadahku, meskipun, 
alhamdulillâh, aku tidak khawatir terkena 
riya`. Akan tetapi, sebagaimana dikatakan 
oleh Ash-Shiddîq (Nabi Yusuf as): “Aku 
tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), 
karena nafsu itu selalu mengajak berbuat 
kejahatan...”
Di masa kecilnya, al-Habib Abdullah 
mengerjakan shalat sunnah seratus rakaat 
setiap harinya setelah pulang dari rumah 
gurunya di waktu Dhuha. Karena itulah 
tidaklah mengherankan jika Allah SWT
memberinya kedudukan sebagai ‘Wali Al￾Quthub’ sejak usianya masih remaja.
Disebutkan bahwa beliau
mendapat 
kedudukan Wali al-Quthub lebih dari 
‘Enam Puluh Tahun’. Beliau menerima 
libas atau pakaian kewalian dari al-’Arif 
Billah al-Habib Muhammad bin Alawi 
(Shahib Makkah). Beliau menerima libas 
tersebut tepat ketika al-Habib Muhammad 
bin Alawi wafat di kota Makkah pada tahun 
1070 H. Pada waktu itu, usia al-Habib 
Abdullah 26 tahun. Kedudukan Wali al￾Quthub itu beliau sandang hingga beliau 
wafat (1132 H). Jadi beliau menjadi Wali 
al-Quthub lebih dari ’60 Tahun’.
* Ratib Al Haddad dan Wirdul Lathif
ketika beliau berusia 27 tahun, beberapa 
orang ( Syi’ah ) Zaidiyyah masuk ke 
Yaman. Para Ulama khawatir akidah 
masyarakat akan rusak karena pengaruh ajaran para pendatang syi’ah itu. Mereka 
lalu meminta beliau untuk merumuskan
sebuah doa’ yang dapat mengokohkan 
akidah masyarakat dan menyelamatkan 
mereka dari faham-faham sesat. Beliau 
memenuhui permintaan mereka lalu 
menyusun sebuah doa’ yang akhirnya 
dikenal dengan nama Ratb Al Haddad. 
Disamping itu beliau juga merumuskan 
bacaan dzikir yang dinamainya Wirid al￾Lathif. 

* Keluhuran Budi Imam Haddad RA
Dalam kehidupannya, beliau juga mendapat 
gangguan dari masyarakat lingkungannya, 
Beliau berkata :
Kebanyakan orang, jika tertimpa musibah 
penyakit atau lainnya, mereka tabah dan 
sabar; mereka sadar bahwa itu adalah qodho 
dan qodar Allah SWT. Tetapi jika diganggu 
orang, mereka sangat marah. Mereka lupa bahwa gangguan-gangguan itu sebenarnya 
juga qodho dan qodar Allah SWT, mereka 
lupa bahwa sesungguhnya Allah SWT 
hendak menguji dan menyucikan jiwa 
mereka.
Rasulullah Saw bersabda :
“Besarnya pahala tergantung pada beratnya 
ujian. Jika Allah SWT mencintai suatu 
kaum, ia akan menguji mereka. Barang 
siapa ridho, ia akan memperoleh 
keridhoannya; barang siapa tidak ridho, 
Allah SWT akan murka kepadanya.” ( HR 
Thabrani dan Ibnu Majah )
Habib Abdullah juga menjadikan Ratib Al￾Atthas karya gurunya, Habib Umar bin 
Abdurrahman Al-Atthas sebagai rujukan. 
Ketika seseorang datang minta ijazah atau 
izin mengamalkan Ratib Al-Haddad; beliau 
berkata :
“Bacalah Ratib Guruku, kemudian baru 
Ratibku
Ini merupakan cermin bagaimana seorang 
murid menghormati gurunya, meski 
karyanyalah yang lebih populer.
Kegemarannya berdakwah menyebabkan ia 
banyak bergaul dan melakukan perjalanan. 
“Sesungguhnya aku tidak ingin bercakap￾cakap dengan masyarakat, aku juga tidak 
menyukai pembicaraan mereka, dan tidak 
peduli kepada siapa pun dari mereka. Sudah 
menjadi tabiat dan watakku bahwa aku 
tidak menyukai kemegahan dan 
kemasyhuran. Aku lebih suka berkelana di 
gurun Sahara. Itulah keinginanku; itulah 
yang kudambakan. Namun, aku menahan 
diri tidak melaksanakan keinginanku agar 
masyarakat dapat mengambil manfaat 
dariku.”
Habib Abdullah mengetahui bahwa ada 
beberapa orang yang memakan 
hidangannya, tetapi juga memakinya. 
“Perbuatan mereka tidak mempengaruhi 
sikapku. Aku tidak marah kepada mereka, bahkan mereka kudo’akan.” Habib 
Abdullah tidak pernah menyakiti hati orang 
lain, apabila beliau terpaksa harus bersikap 
tegas, beliau kemudian segera menghibur 
dan memberikan hadiah kepada orang yang 
ditegurnya. Beliau berkata :
”Aku tak pernah melewatkan pagi dan sore 
dalam keadaan benci dan iri pada 
seseorang!”
Dalam mengarungi bahtera kehidupan, 
beliau lebih suka berpegang pada hadits 
Rasulullah SAW :
”Orang beriman yang bergaul dengan 
masyarakat dan sabar menanggung 
gangguannya, lebih baik daripada orang 
yang tidak bergaul dengan masyarakat dan 
tidak pula sabar menghadapi 
gangguannya.” ( HR Ibnu Majah dan 
Ahmad )
Habib Abdullah tidak menyukai 
kemasyhuran atau kemegahan, beliau juga 
tidak suka dipuji.
“Banyak orang membuat syair-syair untuk 
memujiku. Sesungguhnya aku hendak 
mencegah mereka, tetapi aku khawatir tidak 
ikhlas dalam berbuat demikian. Jadi, 
kubiarkan mereka berbuat sekehendaknya. 
Dalam hal ini aku lebih suka meneladani 
Nabi Saw, karena beliau pun tidak 
melarang ketika sahabatnya membacakan 
syair-syair pujian kepadanya.”
Suatu hari beliau berkata kepada orang 
yang melantunkan qoshidah pujian untuk 
beliau, “Aku tidak keberatan dengan semua 
pujian ini. Yang ada padaku telah 
kucurahkan ke dalam samudra Muhammad 
Saw. Sebab, beliau adalah manusia yang 
paling utama, dan beliaulah manusia yang 
berhak menerima semua pujian. Jadi, jika 
sepeninggal beliau ada manusia yang layak 
dipuji, maka sesungguhnya pujian itu kembali kepadanya. Adapun setan, ia 
adalah sumber segala keburukan dan 
kehinaan. Karena itu setiap kecaman dan 
celaan terhadap keburukan akan terpulang 
kepadanya, sebab setanlah penyebab 
pertama terjadinya keburukan dan 
kehinaan.”
Beliau tidak pernah bergantung pada 
mahluk dan selalu mencukupkan diri hanya
kepada Allah SWT. Beliau berkata :
“Dalam segala hal aku selalu mencukupkan 
diri dengan kemurahan dan karunia Allah 
SWT. Aku selalu menerima nafkah dari 
khazanah kedermawanannya.”
Beliau sangat menyayangi kaum faqir 
miskin, “Andaikan aku kuasa dan mampu, 
tentu akan kupenuhi kebutuhan semua 
kaum faqir miskin. Sebab pada awalnya, 
agama ini ditegakkan oleh kaum Mukminin 
yang lemah.” “Dengan sesuap makanan 
tertolaklah bencana.”

* Karya-karya Imam Haddad RA
1. An Nashoihud Diniyyah wal Washoyal 
Imaniyyah
2. Ad Da’watut Tammah wat Tadzkiratul 
‘Ammah
3. Risalatul Mu’awanah wal Muzhoharah 
wal Muazaroh
4. Al Fushul ‘Ilmiyyah
5. Sabilul Iddikar
6. Risalatul Mudzakaroh
7. Risalatu Adabi sulukil Murid
8. Kitabul Hikam
9. An Nafaisul ‘Uluwiyah
10. Ithafus Sail Bijawabil Masail
11. Tatsbitul Fuad
12. Risalah Shalawat 
13. Ad-Durul Mandzum (kumpulan puisi)
14. Diwan Al-Haddad (kumpulan puisi )
Karya-karya beliau sarat dengan inti sari 
ilmu syari’at, adab islami dan tarekat, 
penjabaran ilmu hakikat, menggunakan 
ibarat yang jelas dan tata bahasa yang 
memikat. Semuanya ditulis dengan bahasa 
yang mudah dipahami. Berisi ajaran 
tasawuf murni. Beliau berkata :
“Aku mencoba menyusunnya dengan 
ungkapan yang mudah, supaya dekat 
dengan pemahaman masyarakat, lalu 
kugunakan kata-kata yang ringan, supaya 
segera dapat dipahami dan mudah 
dimengerti oleh kaum khusus maupun 
awam.”
Seluruh tulisannya sarat dengan ajaran 
islam ( tauhid, syari’at, akhlaq, tarekat ) 
semuanya tersaji bercirikan tasawuf. Dalam 
Ad-Durrul Mandzum, misalnya beliau 
menulis :
“Dalam bait-bait yang aku tulis ini, terdapat 
berbagai ilmu yang tidak ada dalam kitab 
lainnya. Maka barang siapa membacanya 
secara rutin, lalu berpegang teguh 
kepadanya, cukup sudah baginya.”
Ada keyakinan di kalangan sebagian kaum 
muslimin, membaca karya Habib Abdullah 
bisa mendapatkan manfaat besar, yaitu 
keselamatan, bukan hanya bagi 
pembacanya, melainkan juga masyarakat 
sekitarnya.
Selain itu terdapat ucapan dan ajaran￾ajarannya yang sempat dicatat murid￾muridnya dan pengikutnya antara lain: Al￾Maktubat (kumpulan surat menyurat), 
Ghayat al-Qashoad Wa al-Murad oleh 
Sayid Muhammad bin Zain bin Samith, dan 
Tasbit al-Fuad oleh Syekh Ahmad bin 
Abdul Karim al-Hasawi.
Diakui para sufi bahwa ada ketinggian dan 
keindahan spiritualitas yang tinggi pada 
kesufian Al-Haddad. Bahwa dari karya￾karyanya tersebut betapa sejuk dan 
indahnya bertasawwuf. Betapa tidak, 
tasawuf bagi al-Haddad adalah ibadah, 
zuhud, akhlak, dan zikir, suatu jalan 
membina dan memperkuat kemandirian 
menuju kepada Allah swt. Saperti dalam 
Al-Iddikar, Al-Haddad menjelaskan 
kehidupan manusia sejak dalam rahim, di 
dunia, di alam mahsyar, sampai pada 
kehidupan yang abadi, disertai dengan ayat￾ayat Al-Quran dan hadis yang tersusun rapi 
dengan uraian yang mengesankan. Dalam 
kitabnya Risalah al-Mu’awanah, al-Haddad 
menegaskan pesannya kepada umat Islam 
untuk berpegang pada al-Quran dan hadis, 
termasuk di dalamnya kehidupan tasawwuf 
yang tidak boleh lepas dari al-Quran dan 
hadis, serta menghindari bid’ah mazmumah 
(sesuatu yang menyimpang dari al-Quran 
dan hadis). Oleh sebab itu al-Haddad melihat tasawuf tersebut adalah untuk 
melaksanakan semua perintah Allah swt 
dan menjauhi semua larangan-Nya, sambil 
membersihkan diri dan menjernihkan jiwa 
hingga merasa cukup dengan Allah dan 
tidak membutuhkan dunia yang lain.
Sedangkan di dalam Al-Maktubat, ia 
berpesan; seorang sufi harus menyaring dan 
menjernihkan segala perbuatan, ucapan, dan 
semua niat serta perilaku dari berbagai 
kotoran berupa riya (pamer), dan segala 
sesuatu yang tidak disukai Allah swt. Selain 
itu manusia harus menghadap Allah secara 
terus-menerus secara lahir maupun batin 
dengan mengerjakan semua ketaatan hanya 
kepada Allah dan berpaling dari segala 
sesuatu selain Allah Yang Maha Esa.
Dalam Al-Fushul al-Ilmiyah, al-Haddad 
menguraikan intinya adalah memurnikan 
tauhid (akidah) dari sumber-sumber syirik, 
kemudian menumbuhkan akhlak terpuji 
seperti zuhud, ikhlas, dan bersih hati terhadap kaum muslimin serta 
menghilangkan segala sifat buruk seperti 
cinta dunia, riya, dan angkuh. Kemudian
melaksanakan amal saleh yang nyata dan 
menjauhi perbuatan buruk. Mencari nafkah 
dengan baik melalui jalan wara’ 
(menjaughkan diri dari segala sesuatu yang 
haram, dosa dan maksiat) dan qanaah 
(mensyukuri terhadap apa yang telah 
diusahakannya).
Bagi kalangan ahli hikmah, jumlah dalam 
bacaan memiliki makna tersembunyi 
(asrar). Jumlah juga mengandung misteri 
(sirr). Dan tentunya mengamalkan Ratib 
Alhaddad tidak perlu ragu asal tidak 
menyimpang dari al-Quran dan hadis. 
Apalagi, di era sekarang ini di tengah 
masyarakat dan ummat menghadapi 
kegelisahan, kebingungan, bahkan frustrasi 
karena dunia modern tidak mampu 
memberikan solusi terhadap berbagai 
persoalan, maka dengan mengamalkan Ratib ini diharapkan mampu memberikan 
kesejukan jiwa sekaligus jalan dan jawaban 
terhadap masalah-masalah duniawi yang 
makin rumit tersebut.

* Wafatnya Imam Haddad RA
Hari kamis 27 Ramadhan 1132 H / 1712 M, 
beliau sakit dan tidak ikut shalat ashar 
berjamaah di masjid dan pengajian sore. 
Beliau memerintahkan orang-orang untuk 
tetap melangsungkan pengajian seperti 
biasa dan ikut mendengarkan dari dalam 
rumah. Malam harinya, beliau sholat ‘isya 
berjamaah dan tarawih. Keesokan harinya 
beliau tidak bisa menghadiri sholat jum’at. 
Sejak hari itu, penyakit beliau semakin 
parah. Beliau sakit selama 40 hari sampai 
akhirnya pada malam selasa, 7 Dzulqaidah 
1132 H / 1712 M beliau wafat di kota 
Tarim, disaksikan anak beliau, Hasan.
Beliau wafat dalam usia 89 tahun, 
meninggalkan banyak murid, karya dan 
nama harum di dunia. Beliau dimakamkan 
di pemakaman Zanbal, Tarim. Meski secara 
fisik telah tiada, secara batin Habib 
Abdullah bin Alawy Al-Haddad tetap hadir 
di tengah-tengah kita, setiap kali nama dan karya-karyanya kita baca 
_________________________________________



PUSTAKA MAJELIS RASULULLAH SAW
Alhabib abu bakar bin ja'far alkaff

MANAQIB SYEKH SAMMAN AL-MADANI AL-HASANI

MANAQIB SYEKH SAMMAN AL-MADANI AL-HASANI __________________________________________ (Sang Pendiri Tarekat Sammaniyah Dan Penjaga...